Narasumber : http://www.muslimdaily.net/artikel/islam/1442/hidup-sehat-cara-rasulullah
“Anak Adam tidak
memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah
beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan
jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk
makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk
pernafasan.” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Konon,
selama hidupnya Rasulullah SAW hanya sakit dua kali. Yaitu setelah
menerima wahyu pertama, ketika itu beliau mengalami ketakutan yang
sangat sehingga menimbulkan demam hebat. Yang satunya lagi menjelang
beliau wafat. Saat itu beliau mengalami sakit yang sangat parah, hingga
akhirnya meninggal. Ada pula yang menyebutkan bahwa Rasul mengalami
sakit lebih dari dua kali.
Berapa pun
jumlahnya, dua, tiga atau empat kali, memperjelas gambaran bahwa beliau
memiliki fisik sehat dan daya tahan luar biasa. Padahal kondisi alam
Jazirah Arabia waktu itu terbilang keras, tandus dan kurang bersahabat.
Siapa pun yang mampu bertahan puluhan tahun dalam kondisi tersebut, plus
berpuluh kali peperangan yang dijalaninya, pastilah memiliki daya tahan
tubuh yang hebat.
Mengapa Rasulullah SAW
jarang sakit? Pertanyaan ini menarik untuk dikemukakan. Secara lahiriah,
Rasulullah SAW jarang sakit karena mampu mencegah hal-hal yang
berpotensi mendatangkan penyakit. Dengan kata lain, beliau sangat
menekankan aspek pencegahan daripada pengobatan. Jika kita telaah
Alquran dan Sunnah, maka kita akan menemukan sekian banyak petunjuk yang
mengarah pada upaya pencegahan. Hal ini mengindikasikan betapa
Rasulullah SAW sangat peduli terhadap kesehatan. Dalam Shahih Bukhari
saja tak kurang dari 80 hadis yang membicarakan masalah ini. Belum lagi
yang tersebar luas dalam kitab Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Tirmidzi,
Baihaqi, Ahmad, dsb.
Cara Rasulullah menjaga kesehatan
Ada beberapa kebiasaan positif yang membuat Rasulullah SAW selalu tampil fit dan jarang sakit. Di antaranya:
Pertama,
selektif terhadap makanan. Tidak ada makanan yang masuk ke mulut
beliau, kecuali makanan tersebut memenuhi syarat halal dan thayyib
(baik). Halal berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu halal cara
mendapatkannya dan halal barangnya. Sedangkan thayyib berkaitan dengan
urusan duniawi, seperti baik tidaknya atau bergizi tidaknya makanan yang
dikonsumsi. Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau
biasa meminum madu yang dicampur air untuk membersihan air lir dan
pencernaan. Rasul bersabda,” Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran”(HR. Ibnu Majah dan Hakim).
Kedua, tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Aturannya, kapasitas perut dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan (zat padat), sepertiga untuk minuman (zat cair), dan sepertiga lagi untuk udara (gas). Disabdakan,”Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Ketiga,
makan dengan tenang, tumaninah, tidak tergesa-gesa, dengan tempo
sedang. Apa hikmahnya? Cara makan seperti ini akan menghindarkan
tersedak, tergigit, kerja organ pencernaan pun jadi lebih ringan.
Makanan pun bisa dikunyah dengan lebih baik, sehingga kerja organ
pencernaan bisa berjalan sempurna. Makanan yang tidak dikunyah dengan
baik akan sulit dicerna. Dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan kanker
di usus besar.
Keempat,
cepat tidur dan cepat bangun. Beliau tidur di awal malam dan bangun pada
pertengahan malam kedua. Biasanya, Rasulullah SAW bangun dan bersiwak,
lalu berwudhu dan shalat sampai waktu yang diizinkan Allah. Beliau tidak
pernah tidur melebihi kebutuhan, namun tidak pula menahan diri untuk
tidur sekadar yang dibutuhkan. Penelitian Daniel F Kripke, ahli
psikiatri dari Universitas California menarik untuk diungkapkan.
Penelitian yang dilakukan di Jepang dan AS selama 6 tahun dengan
responden berusia 30-120 tahun mengatakan bahwa orang yang biasa tidur 8
jam sehari memiliki resiko kematian yang lebih cepat. Sangat berlawanan
dengan mereka yang biasa tidur 6-7 jam sehari. Nah, Rasulullah SAW
biasa tidur selepas Isya untuk kemudian bangun malam. Jadi beliau tidur
tidak lebih dari 8 jam.
Cara tidurnya pun
sarat makna. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah dalam buku Metode Pengobatan Nabi
mengungkapkan bahwa Rasul tidur dengan memiringkan tubuh ke arah kanan,
sambil berzikir kepada Allah hingga matanya terasa berat. Terkadang
beliau memiringkan badannya ke sebelah kiri sebentar, untuk kemudian
kembali ke sebelah kanan. Tidur seperti ini merupakan tidur paling
efisien. Pada saat itu makanan bisa berada dalam posisi yang pas dengan
lambung sehingga dapat mengendap secara proporsional. Lalu beralih ke
sebelah kiri sebentar agar agar proses pencernaan makanan lebih cepat
karena lambung mengarah ke lever, baru kemudian berbalik lagi ke sebelah
kanan hingga akhir tidur agar makanan lebih cepat tersuplai dari
lambung. Hikmah lainnya, tidur dengan miring ke kanan menyebabkan beliau
lebih mudah bangun untuk shalat malam.
Kelima,
istikamah melakukan saum sunnat, di luar saum Ramadhan. Karena itu,
kita mengenal beberpa saum sunnat yang beliau anjurkan, seperti Senin
Kamis, ayyamul bith, saum Daud, saum enam hari di bulan Syawal, dsb.
Saum adalah perisai terhadap berbagai macam penyakit jasmani maupun
ruhani. Pengaruhnya dalam menjaga kesehatan, melebur berbagai berbagai
ampas makanan, manahan diri dari makanan berbahaya sangat luar biasa.
Saum menjadi obat penenang bagi stamina dan organ tubuh sehingga
energinya tetap terjaga. Saum sangat ampuh untuk detoksifikasi
(pembersihan racun) yang sifatnya total dan menyeluruh.
Selain
lima cara hidup sehat ini, masih banyak kebiasaan Rasulullah SAW yang
layak kita teladani. Dalam buku Jejak Sejarah Kedokteran Islam, Dr Jafar
Khadem Yamani mengungkapkan lebih dari 25 pola hidup Rasul berkait
masalah kesehatan, sebagian besar bersifat pencegahan. Di antaranya cara
bersuci, cara memanjakan mata, keutamaan berkhitan, keutamaan senyum,
dsb.
Yang tak kalah penting dari ikhtiar
lahir, Rasulullah sangat mantap dalam ibadah ritualnya, khususnya dalam
shalat. Beliau pun memiliki keterampilan paripurna dalam mengelola
emosi, pikiran dan hati. Penelitian-penelitian terkini dalam bidang
kesehatan membuktikan bahwa kemampuan dalam memenej hati, pikiran dan
perasaan, serta ketersambungan yang intens dengan Dzat Yang Mahatinggi
akan menentukan kualitas kesehatan seseorang, jasmani maupun ruhani.
Rmd/islm-mdnt
0 komentar:
Posting Komentar