Assalammu'alaikum Wr. Wb.
Pada tanggal 17 Juni 2011 blog Mushalla Al Abrar resmi dibuat untuk memberikan informasi seputar Mushalla Al Abrar khususnya. Warga seputar wilayah Mushalla Al Abrar dapat juga berpartisipasi memberikan artikelnya ke dalam blog ini.
Insya Alloh semua informasi di dalam blog ini dapat bermanfaat untuk anda.
Blog ini masih dalam penyetingan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalammu'alaikum Wr. Wb
Admin
mushalla.al.abrar@gmail.com
Lamp : 1 (satu) halaman
Perihal : Undangan dan Partisipasi
Kepada Yth,
Bapak/Ibu Muslimin dan Muslimat
di Griya Gundala
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Teriring do'a, semoga kita selalu tercurah lindungan dan rahmat Alloh Ta'ala dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Amin
Bersama surat ini kami mengundang Bapak/Ibu untuk hadir dalam pengajian yang insya Allah akan dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Sabtu, 2 Juli 2011
Pukul : 20.00 - 22.00
Tempat : Mushalla Al-Abrar
Agenda : Peringatan Isra Mi'raj 1432 H
Ceramah Agama : Bapak Ustadz Najib Mahfudz, LC
Selain undangan ini, sudilah kiranya juga kami harapkan kepada Bapak/Ibu secara sukarela menyumbangkan konsumsi dalam bentuk kue-kue yang dapat disuguhkan dalam acara ini. Jumlah dan jenis kuenya tidak ditentukan, tetapi didasari kesanggupan dan kemampuan masing-masing.
Demikian undangan ini kami sampaikan, atas partisipasi dan kehadiran Bapak/Ibu, kami mengucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Pengurus Mushalla Al-Abrar
H.M Tahmid
Ketua
Abdul Hamid
Sekretaris
10.10.10 : KISAH TELADAN
- USTD. YUSUF MANSUR VS SKURITI POM BENSIN
- ANTARA MENCICIL HP DAN KAMBING QURBAN
- SUDAH BISA HIDUP TENANG ?
- BELAJAR DARI TUKANG BASO
- SEGELAS AIR SEBANDING DENGAN SEJUTA POUND
- PENDENGKI TIDAK AKAN SUKSES
- WAHYU TERAKHIR KEPADA RASULULLAH SAW
- BERTANI DI SYURGA
- KEBERANIAN SAAD BIN ABU WAQQASH R.A.
- KAMBING DAN ALAT TENUN
- PERMOHONAN SIKAYA DAN SIMISKIN
- NABI SULAIMAN AS DAN SEEKOR SEMUT
- BIDADARI UNTUK UMAR R.A.
- RASULULLAH S.A.W. MENDATANGI KAFILAH DAGANG
- RASULULLAH S.A.W. DAN PENGEMIS YAHUDI BUTA
- NIAT TAUBAT MENUKAR ARAK MENJADI MADU
- GUNUNG MENANGIS TAKUT TERGOLONG BATU API NERAKA
- MENAHAN LAPAR SEMALAMAN KARENA MENGHORMATI TAMU
- SYAHID SELEPAS MENGUCAP SYAHADAH
09.10.10 : KESEHATAN
- HIDUP SEHAT CARA RASULULLAH (new)
- CARA HIDUP ALA ISLAM (new)
- TIDUR ALA ROSULULLOH (new)
- CARA SAHUR DAN BUKA PUASA DENGAN BENAR (new)
- 7 TIPS SEHAT ALA ROSULULLOH SAW (new)
- POLA MAKAN ALA ROSULULLOH (new)
08.10.10 : SUDAH TAHUKAH ANDA ?
- 10 MALAM TERAKHIR RAMADHAN (new)
- KIAT SUKSES BERTEMAN TANPA KONFLIK (new)
- MANAJEMEN BERTEMAN ALA ROSULULLOH (new)
- KENAPA ORANG-ORANG YAHUDI CERDAS ? (new)
07.10.10 : BELAJAR YUK !!!
- SHALAT JUM'AT (new)
- SHALAT SUNNAT GERHANA (new)
- SHALAT SUNNAT DHUHA (new)
- SHALAT TAHIYATUL MASJID (new)
- SHOLAT SUNNAT SAFAR (new)
- SHOLAT SUNNAT ISTIKHARAH (new)
- SHOLAT BERJAMAAH (new)
- TATA CARA SHOLAT JAMA' DAN QASAR (new)
- TATA CARA SHOLAT WAJIB (new)
- CARA BERWUDHU (new)
Assalammu'alaikum Wr. Wb
BMI Pusat No.Rek. 301.001.5515
BSM Pd. Indah No.Rek. 004.001.2341
BRI Syariah Mampang No.Rek. 031.1633331
BRI Syariah MH.Thamrin No.Rek. 2-700-000.003
PERMATA Syariah No.Rek. 097.100.1992
BUKOPIN Syariah Pusat No.Rek. 880.0021.015
BCA Pd. Indah No.Rek. 237.301.8881
BNI Fatmawati No.Rek. 000.530.2291
MANDIRI Pd. Indah No.Rek. 101.00.98300.997
MEGA Pusat No.Rek. 01-001-00-11-55555-0
MEGA Syariah No.Rek. 00010.02.000028.06
CIMB Niaga No.Rek. 502.01.00025.002
BRI Ciputat No.Rek. 0382.01.0000.12300
DANAMON Pd. Indah No.Rek. 003.1191.455
BII Ciputat/Cinere No.Rek. 2-036-403013
BUKOPIN Pusat No.Rek. 101.1806.011
DANAMON Syariah Ciracas No.Rek. 005.833.3279
DOLLAR
MANDIRI Pd. Indah No.Rek. 101.00.04491.922 (BEIIIDJA (Swift Code))
EURO
ANZ PANIN BANK No.Rek. 413.732.00001 (ANZBIDJX (Swift Code))
BMI Fatmawati No.Rek. 304.000.8010
BSM Pd. Indah No.Rek. 004.001.0004
BRI Syariah Mampang No.Rek. 031.1644.449
DANAMON Syariah Ciracas No.Rek. 005.83333.295
BCA Pd. Indah No.Rek. 237.301.99992
BNI Fatmawati No.Rek. 000.529.9527
MANDIRI Pd. Indah No.Rek. 101.00.81050.633
MEGA Pusat No.Rek. 01-001-00-11-66666-7
DANAMON Pd. Indah No.Rek. 003.1190.739
CIMB Niaga No.Rek. 502.01.00026.00.8
BRI Ciputat No.Rek. 0382.01.0000.13306
MEGA Syariah No.Rek. 00100.02.000101.01
BANK DANAMON Syariah No.Rek. 981.1001.543
BANK BII Syariah No.Rek. 2702-000.050
BNI Syariah No.Rek. 009.153.8995
BANK Syariah MANDIRI No.Rek. 004.002.3300
Rekening Atas Nama :
"Yayasan Dompet Dhuafa Republika"
Kantor Pusat
Dompet Dhuafa
Ciputat Indah Permai Blok C28-29
Jl.Ir.H.Juanda No.50 Ciputat 14519
Telp.
+62 (21) 7416050
FAX.
+62 (21) 7416070
SMS Center +62.812.12-ZAKAT (92528)
Email : layandonatur@dompetdhuafa.org
Website www.dompetdhuafa.org
Taubat dari Ghibah Menurut ijma’ ulama ghibah termasuk dosa besar. Pada dasarnya orang yg melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan; kejahatan terhadap Allah Ta’ala krn melakukan perbuatan yg jelas dilarang olehNya dan kejahatan terhadap hak manusia. Maka langkah pertama yg harus diambil utk menghindari maksiat ini adl dgn taubat yg mencakup tiga syaratnya yaitu meninggalkan perbuatan maksiat tersebut menyesali perbuatan yg telah dilakukan dan berjanji utk tidak melakukannya lagi. Selanjutnya harus diikuti dgn langkah kedua utk menebus kejahatannya atas hak manusia yaitu dgn mendatangi orang yg digunjingkannya kemudian minta maaf atas perbuatannya dan menunjuk-kan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yg dibicarakannya mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahuinya maka bagi yg melakukan ghibah atasnya hendaknya mendoakannya dgn kebaikan dan berjanji pada dirinya sendiri utk tidak mengulanginya.
Kiat Menghindari Ghibah Untuk mengobati kebiasaan ghibah yg merupakan penyakit yg sulit dideteksi dan sulit diobati ini ada beberapa kiat yg bisa kita lakukan.
Pertama Selalu mengingat bahwa perbuatan ghibah adl penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah serta turunnya adzab dariNya.
Kedua Bahwasanya timbangan kebaikan pelaku ghibah akan pindah kepada orang yg digunjingkannya. Jika ia tidak mempunyai kebaikan sama sekali maka diambilkan dari timbangan kejahatan orang yg digunjingkannya dan ditambahkan kepada timbangan kejahatannya. Jika mengingat hal ini selalu niscaya seseorang akan berfikir seribu kali utk melakukan perbuatan ghibah.
Ketiga Hendaknya orang yg melakukan ghibah mengingat dulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya. Dengan demikian akan timbul perasaan malu pada diri sendiri bila membuka aib orang lain sementara dirinya sendiri masih mempunyai aib.
Keempat Jika aib orang yg hendak digunjingkan tidak ada pada dirinya sendiri hendaknya ia segera bersyukur kepada Allah krn Dia telah menghindarkannya dari aib tersebut bukannya malah mengotori dirinya dgn aib yg lbh besar yg berupa perbuatan ghibah.
Kelima Selalu ingat bila ia membicarakan saudaranya maka ia seperti orang yg makan bangkai saudaranya sendiri sebagaimana yg difirmankan Allah “Dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yg lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yg sudah mati?”
Keenam Hukumnya wajib mengi-ngatkan orang yg sedang melakukan ghibah bahwa perbuatan tersebut hukum-nya haram dan dimurkai Allah.
Ketujuh Selalu mengingat ayat-ayat dan hadits-hadits yg melarang ghibah dan selalu menjaga lisan agar tidak terjadi ghibah. Mudah-mudahan Allah selalu menjauhkan kita dari perbuatan yg tidak terpuji ini amin.
Oleh Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
Saya menghentikan langkah. Menunggu beliau.
“Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu.
Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya” .
“Wah, ustadz langsung nembak aja nih”.
Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang salah. Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu saja.
“Udah shalat ashar?”
“Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga? Ya saya pikir sama saja”.
“Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karena situ pikir kerja situ adalah juga ibadah?” Sekuriti itu senyum aja.
Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu bisa benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas omongan doangan. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah. Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong dah tuh kerjaan adalah ibadah. Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, boleh ga? Bagus malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu sementara Allah datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah? Apalagi kalau kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi tuhsebutan-sebutan ibadah.
nih masuk ke pom bensin ini”, saya mengejar.
“Ya, kurang lebih dah”.
Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang ‘alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut perhatian sama Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama saja dengan mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan sekuriti yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya.“Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima, memang untuk mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita telat. Itu baru telat saja, belum kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari senang”.
Saudara-saudaraku Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu. Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya,nampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan bicara?
Dan saya mengingatkan kepada peserta Kuliah Online untuk tidak menggunakan mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanya an seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu satu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada waktunya pembahasan yang demikian. Kembali kepada si sekuriti, saya tanya, “Terus, mau berubah?”
“Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?”
“Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya”. “Ngebut gimana?”
“Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya.Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah.Jangan sampe keduluan Allah”.
Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di atas sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini.. Kan aneh.
Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah memanggil, sedang Allah lah Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, giliran ketemu Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama Allah.
“Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?” “Satu koma tujuh, Pak ustadz”.“Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering sebut orang kecil, itu udah gede”. “Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz”. “Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?”“Kerjanya sih udah tujuh taon. Tapi gede gaji bukan karena udah lama kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz”. “Koq bisa?”
“Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe ketemu angka 1,7jt”.
“Terus, kenapa masih kurang?”
“Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak”.
“Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga ente
kredit motor? Kan ga perlu?”
“Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz”.
“Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan ilmu
dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot”.
Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu. Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik.Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya.
“Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?”
“Mau Ustadz. Saya benahin dah”.
“Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin.. Ikutan semuanya ngebenahin shalat”.
“Siap ustadz”.
“Tapi sedekahnya tetap kudu loh”.
“Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada”.
“Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq”.
“Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada. Emas juga ga punya”.
Sekuriti ini ngangguk lagi. “Selama saya bisa, saya akan jalanin,” katanya, manteb.
“Masih. Kan belum bisa diambil?”
“Bisa. Dicoba dulu”.
“Entar bulan depan saya hidup pegimana?”
“Yakin ga sama Allah?”
“Yakin”.
“Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau”.
Termasuk dia akan polin shalat taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha dan tahajjudnya. Dia juga janji akan rajinin di waktu senggang untuk baca alQur’an. Perasaan udah lama banget dia emang ga lari kepada Allah. Shalat Jum’at aja nunggu komat, sebab dia sekuriti. Wah, susah dah. Dan itu dia aminin. Itulah barangkali yang sudah membuat Allah mengunci mati dirinya
hanya menjadi sekuriti sekian tahun, padahal dia Sarjana Akuntansi! Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana. Tapi ya begitu dah hidup.. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang penting kerja dan ada gajinya.
“Ya Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani”.
Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul shalatnya. Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah sunnahnya.Bos nya yang mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat kerjanya jadi barokah dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti ga mengurangi kedisiplinan kerjaannya.. Malah tambah cerah mukanya.
Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal diam. Dan barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si sekuriti. Supaya benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang belum punya iman. Dan saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah pasti tidak akan mempermalukannya juga, sebagaimana Allah tidak akan mempermalukan si sekuriti.
Suatu hari bos nya pernah berkata, “Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka,kalau kemudian kas bon. Percuma”.
Tapi subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon. Berhasil kah?
Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi, tidak kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual motor. Bukan dari keajaiban mendekati Allah.Saatnya ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya.“Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian.Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren”.
Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo ampe pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita sisekuriti ini benar-benar bikin bengong orang pada.
Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca dia benahin shalatnya, dan dia sedekah besar yang belum pernah dia lakukan seumur hidupnya, yakni hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, trjadi keajaiban. Di kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal dirinya ga trlibat secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli dan penjual. Katanya,dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat. Bahkan lebih. Dia sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya komisi penjualan tanah di kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu trjadi begitu cepat. Sampe-sampe bulan kemaren juga belum selesai. Masih tanggalan bulan kemaren, belum berganti bulan.
Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu sama Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin satu-satunya ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan? Itu jual motor,kurang. Sebab itu motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta. Tapi dia tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang dia punya. Sehingga ibunya punya 25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya sendiri.
Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta lebihan transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini, ia aman. Ga perlu kasbon.
Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya selama 1 bulan setengah ini.
Apakah cukup sampe di situ perubahan yang trjadi pada diri si sekuriti? Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner yang lain, dan dijadikan staff keuangan di sana. Masya Allah, masya Allah, masya Allah. Berubah, berubah, berubah. Saudara-saudaraku sekalian.. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah, Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan!
Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama dia, dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat perubahan hidupnya.
Subhaanallaah, masya Allah.
Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini berhasil keluar sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak suksesnya si sekuriti ini. Barangkali cerita ini akan lebih dikenang sebagai sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada rutinitas dunia.
Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi manusia-manusia pembelajar. Pertanyaan ini juga layak juga diajukan kepada Peserta KuliahOnline yang saat ini mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa sajakah? Atau mau bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di mana pom bensinnya? Bisa kah kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja. Sebab kenyataannya juga buat saya tidak gampang menghadirkan testimoni aslinya. Semua orang punya prinsip hidup yang berbeda. Di antara semua peserta Kuliah Online saja
ada yang insya Allah saya yakin mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup ini. Sebagiannya memilih diam saja, dan sebagiannya lagi memilih menceritakan ini kepada satu dua orang saja, dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilih untuk benar-benar terbuka untuk dicontoh. Dan memang bukan apa-apa, ketika sudah dipublish, memang tidak gampang buat seseorang menempatkan dirinya untuk menjadi contoh.
Yang lebih penting buat kita sekarang ini, bagaimana kemudian kisah ini mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian sama-sama mencontoh saja kisah ini. Kita ngebut sengebut-ngebutnya menuju Allah. Yang merasa dosanya banyak, sudah, jangan terus-terusan meratapi dosanya. Kejar saja ampunan Allah dengan memperbanyak taubat dan istighfar, lalu mengejarnya dengan amal saleh. Persis seeperti yang kemaren-kemaren juga dijadikan statement esai penutup.
Kepada Allah semua kebenaran dan niat dikembalikan. Salam saya buat keluarga dan kawan-kawan di sekeliling saudara semua. Saya merapihkan tulisan ini di halaman parkir rumah sakit Harapan Kita.. Masih di dalam mobil. Sambil menunggu dunia terang. Insya Allah hari ini bayi saya, Muhammad Yusuf alHaafidz akan pulang ke rumah untuk yang pertama kalinya. Terima kasih banyak atas doa-doanya dan perhatiannya. Mudah-mudahan allah membalas amal baik saudara semua.
Dari semalam saya tulis esai ini. Tapi rampungnya sedikit sedikit. Ini juga tadinya bukan esai sekuriti ini yang mau saya jadikan tulisan. Tapi ya Allah jugalah yang menggerakkan tangan ini menulis.
Semalam, file yang dibuka adalah tentang langkah konkrit untuk berubah. Lalu saya lampirkan kalimat pendahuluan. Siapa sangka, kalimat pendahuluan ini saja sudah 10 halaman, hampipr 11 halaman. Saya pikir, esai ini saja sudah kepanjangan. Jadi, ya sampe ketemu dah di esai berikutnya. Saya berhutang banyak kepada saudara semua.. Di antaranya, saya jadi ikut belajar. Semalam saya ikutan tarawih di pesantren Daarul Qur’an internasional. Sebuah pesantren yang dikemas secara modern dan internasional. Tapi tarawihnya dijejek 1 juz sekali tarawih. Masya Allah, semua yang terlibat, terlihat menikmati. Ga makmumnya, ga imam-imamnya, ga para tamu dan wali santri yang ikut. Semua menikmati. Jika ada di antara peserta KuliahOnline yang pengen ikutan tarawih 1 juz ini, silahkan datang saja langsung ya. Insya Allah saya usahakan ada. Sebab saya juga kebagian menjadi salah satu imam jaganya. Ya, kondisi-kondisi begini yang saya demen. Saya kurangin jadwal, tapi masih tetep bisa ngajar lewat KuliahOnline ini. Dan saya masih sempet mengkader ustadz-ustadz muda untuk diperjalankan ke seantero negeri. Sementara saya akhirnya bisa mendampingi para santri dan guru-guru memimpin dan mengembangkan pesantren Daarul Qur’an ini.
Ok, kelihatannya matahari sudah mulai kelihatan. Saya baru pulang juga langsung dari TPI. Siaran langsung jam 5 ba’da shubuh tadi. Istri saya meluncurnya dari rumah. Doakan keluarga kami ya. Saya juga tiada henti mendoakan saudara dan jamaah semua.
Narasumber : http://www.kisahteladan.com
Arin tertegun merenungi, ternyata tahun 2007 akan segera berakhir.
Masih terngiang di ingatan Arin ketika dirinya berniat berkurban tahun
ini. Cita-cita yang tak lagi kesampaian seperti halnya tahun lalu. Arin
memandangi rekening tabungannya. Pemasukan dari penghasilannya lumayan
sudah, tapi pengeluarannya juga tidak sedikit. Entah kenapa, semenjak
pendapatannya mulai bertambah, kebutuhan hidupnya pun juga terus
meningkat.
Arin ingat, dulu ketika bekerja dengan disambi kuliah, Arin masih
sempat menyisihkan sebagian uangnya untuk berkurban. Padahal Arin tahu
benar, hampir setiap hari Arin harus jungkir balik dari pagi hingga
malam. Paginya, Arin mengerjakan pekerjaan freelance di daerah Depok.
Siangnya, musti berlari ke kampus yang jaraknya lumayan jauh di Jakarta
Pusat. Hampir setiap hari begitu. Jadi, tak jarang ketika uangnya habis
untuk ongkos-ongkos, Arin meminjam uang dari ibunya yang hanya
mengandalkan gaji pensiunan janda.
Aneh, pikir Arin saat ini. Dulu, ketika kuliah dan kerja, Arin
sanggup menyisihkan uang untuk kurban. Menabung tiap bulan dari 50.000
sampai 100.000 hingga pada bulan Dzulhijah, Arin bisa membeli kambing,
walau hanya mampu kelas B. Sekarang, begitu Arin tidak lagi berkuliah
dan hanya bekerja. Jangankan untuk berkurban, Arin bingung dengan begitu
banyaknya kebutuhan yang tiba-tiba.
Banyak sekali keinginan dan kebutuhan Arin yang tak terbendung.
Sebagian sudah terlaksana, sebagian lain belum. Kalau dipikir memang ada
beberapa kebutuhan yang benar-benar penting. Tapi, tak jarang juga, itu
hanya sekadar keinginan semata.
Hidup prihatin yang Arin jalani saat itu mengajarkan Arin untuk
mengatur uang sedemikian rupa dan menabung untuk bisa berkurban. Hidup
berlebih di kemudian hari, sepertinya menenggelamkan Arin pada
keinginan-keinginan yang belum tercapai sebelumnya.
Beberapa waktu lalu, Arin memiliki Hp dengan nilai jutaan rupiah,
mencicil dari sebuah pusat penjualan elektronik. Hp sebelumnya telah
rusak dan menurut Arin, itu adalah salah satu benda primer. Rencananya,
setelah selesai mencicil Hp, Arin akan mencicil motor. Menurut Arin ini
juga kebutuhan primer. Motor tersebut akan dipakai Arin untuk
transportasi ke kantornya.
Tapi, kemudian Arin bingung. Hp-nya kini telah di tangan. Iklan motor
bebek ada di meja belajarnya. Harga kambing yang ditawarkan kemarin
tidak mencapai 800.000. tidak lebih dari harga Hp Arin. Tapi, ketika
melihat tabungan, Arin tak lagi mendapatkan angka yang dia inginkan.
Arin jadi ingat, dia sempat mendapat nasihat dari pengajarnya dulu di
kampus. Dosen Arin itu membenarkan kalau berkurban tampak berat begitu
langsung mengeluarkannya dan memberi solusi dengan menabung terlebih
dahulu. Seperti halnya Hp yang Arin cicil. Yang menjadi pertanyaan
sekarang adalah kenapa mencicil Hp saja bisa, sedangkan berkurban seekor
kambing yang nilainya pahala, justru tidak bisa.
Mungkin banyak orang yang mengalami apa yang dialami Arin. Begitu
banyak keinginan dan kebutuhan di kala penghasilan sudah mulai
meningkat. Aturan matematika, ketika kebutuhan cukup menjadi tidak
berlaku. Entah karena pola konsumerisme yang mulai menggerogoti atau
itulah pola ekonomi secara umum. Padahal, kalau dihitung matematika,
dengan penghasilan Arin yang sekarang, dia bisa berkurban dengan
mudahnya. Tapi, yang terjadi malah tidak bisa sama sekali. Arin berkutat
pada kebutuhan pribadi. Seolah tak akan pernah usai dan tak ada
habisnya
Pernahkah kita berpikir bersama. Seringnya, nilai uang menjadi cukup
besar ketika kita ingin menyalurkan ke baitul Maal, tapi lain halnya
ketika dibawa ke Mall. Nilai Rp20.000 menjadi besar ketika kita ingin
memasukkan ke tabung di mesjid pada waktu sholat jumat. Tapi begitu
kecil ketika kita bawa ke mall. Tidak cukup untuk beli sepatu, kalau
makan pun hanya bisa beli paket murah meriah.
Banyak dari kita silau dengan kehidupan duniawi. Seolah-olah
segalanya yang terpajang di etalase adalah kebutuhan kita. Padahal,
sering itu hanya tipuan sesaat. Yah, pikiran saat itu, benda ini
”perlu”, tapi sebenarnya hanya ”ingin”.
Seyogyanya, ketika sanggup untuk mencicil kebutuhan duniawi, kenapa
malah justru sulit mencicil tabungan akhirat. Kalau segalanya dimulai
dengan menabung terlebih dahulu. kita bisa mendisiplinkan diri untuk
memprioritaskan kebutuhan-kebutuhan .
Bahkan kita bisa saja memulai tabungan haji dari hari ini, bahkan
bisa dimulai dengan nilai 5.000 perak. Saya teringat dengan tetangga
saya yang mengais rezekinya dari berdagang di warung. Keinginannya
begitu besar untuk pergi haji. Kemudian, ibu warung, biasa dia
dipanggil, mulai bertanya pada tetangganya yang telah pergi haji.
”Nabung, Bu” Ibu warung pun mulai menabung dan siapa yang menduga.
Akhirnya, biaya naik haji tersebut tertutup dengan rezeki yang tak
diduga sebelumnya. Subhanallah, beliau sudah haji setelah beberapa tahun
kemudian, beliau dipanggil oleh Allah Swt.
Subhanallah, kalau memang sudah niat untuk beribadah di jalan Allah,
pasti ada jalan ke luar yang diberikan Allah. Seperti yang dialami bu
warung dan Arin di masa prihatinnya. Sekarang, tinggal bagaimana kita
mau memprioritaskan ke mana rezeki yang telah kita dapatkan dari Allah
Swt.
Narasumber : http://www.kisahteladan
“Tenang
sudah hidup saya…” ia menghela nafasnya panjang seakan itu tarikan
terakhirnya. Puas sekali, bukan, sangat puas bahkan yang tergambar di
wajahnya. Binar matanya menyiratkan kebahagiaan hidup yang dijalaninya
selama bertahun-tahun.
Ia
memiliki isteri yang cantik, yang menjadi perantaran kelahiran seorang
putri jelita serta tiga ksatria kecilnya. Rumah besar, berhalaman dan
latar belakang yang luas. Kolam renang yang menyegarkan di kelilingi
taman bunga yang indah menenteramkan pandangan. Bekerja dengan
penghasilan yang takkan pernah habis hingga tanggal gajian berikutnya
tiba, mobil mewah, serta beragam kenikmatan dunia lainnya yang tak
dimiliki separuh lebih penduduk bumi ini.
“Apa yang membuat Anda tenang?” saya memberanikan diri bertanya kepadanya.
“Saya
sudah mengasuransikan diri dan keluarga. Jika saya atau isteri dan
anak-anak sakit, tidak perlu pusing memikirkan biaya rumah sakit. Berapa
pun, akan ditanggung oleh asuransi,” jelasnya.
“Itu saja?”
“Oo
tidak! Bahkan saya sudah mengasuransikan rumah, mobil dan seluruh harta
yang saya miliki. Sehingga kalau pun rumah kebakaran, mobil hilang,
saya tidak akan merasa sedih…”
“Apa lagi…?”
“Tentu
saja saya memiliki asuransi pendidikan untuk anak-anak sampai mereka
meraih gelar doktor. Selain itu, terpenting dari semuanya, asuransi jiwa
terbaik pun sudah saya pilih. Jika saya meninggal nanti, isteri dan
anak-anak akan mendapatkan dana asuransi hingga setengah milyar. Lebih
dari cukup, sekadar menambah tabungan yang ada saat ini… indah bukan?”
Saya
mengangguk. Mencoba memahami makna ketenangan hidup yang dinikmatinya.
Sejurus kemudian, “Ada satu lagi asuransi yang belum Anda miliki…”
Ia
tertegun. Dahinya mengerut, menerka-nerka apa yang saya pikirkan. Namun
ia tak berhasil. Karena menurutnya, segala jenis program asuransi sudah
dimilikinya.
“Ini program asuransi yang baru. Belum ada di perusahaan asuransi manapun,” saya membuatnya penasaran.
“Coba
bandingkan, apakah asuransi jiwa yang Anda miliki bisa dinikmati
sendiri setelah kematian Anda? Ya, Anda sendiri yang menikmatinya, bukan
ahli waris Anda. Apakah asuransi Anda memberi kesempatan perlindungan
di akhirat nanti?” ia semakin bingung.
“Bagaimana
mungkin saya yang sudah mati bisa menikmatinya? Program asuransi macam
apa itu? Bank mana yang mengeluarkan program itu? Berapa preminya per
bulan?” sederet pertanyaan pun mengalir.
Nalarnya
memang takkan pernah sampai. Memang belum pernah ada sebelumnya
asuransi yang bisa dinikmati sendiri oleh si pemegang polis setelah
kematiannya. Bagaimana mungkin orang yang sudah mati bisa menikmati
klaim asuransi?
***
Yang
dimaksud di sini memang bukan asuransi biasa. Premi yang dibayarkan
berupa amal shaleh, dan ilmu yang terus dibagi kepada siapapun. Membuat
Allah tersenyum, adalah asuransi dahsyat yang tanpa kita klaim pun,
hasilnya boleh kita nikmati sesudah kematian menjemput.
Satu
hal lagi bentuk investasi yang sangat menguntungkan dunia akhirat,
yakni jika memiliki anak, bimbinglah agar tetap shaleh hingga dewasa, ia
akan meringankan beban orang tuanya dengan doa yang tak henti
dipintanya. Tahukah Anda, anak-anak itu senantiasa berdoa, “Ya Allah,
ampunilah dosaku dan dosa kedua orangtuaku. Sayangilah mereka seperti
mereka menyayangiku di waktu kecil”. Indah bukan?
Tertarik? Mulailah detik ini juga!
Narasumber : http://www.kisahteladan.com
Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus
tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang
sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai. Hujan rintik – rintik
selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini.
Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor,…terdengar suara
tek…tekk.. .tek…suara tukang bakso dorong lewat. Sambil menyeka
keringat…, ku hentikan tukang bakso itu dan memesan beberapa mangkok
bakso setelah menanyakan anak - anak, siapa yang mau
bakso ?
“Mauuuuuuuuu. …”, secara serempak dan kompak anak - anak asuhku
menjawab.
Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. …
Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya
membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu
disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue
semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.
“Mang kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu
Emang pisahkan ? Barangkali ada tujuan ?” “Iya pak, Emang sudah
memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso yang sudah berlangsung
hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja, Emang hanya ingin memisahkan
mana yang menjadi hak Emang, mana yang menjadi hak orang lain / tempat
ibadah, dan mana yang menjadi hak cita – cita penyempurnaan iman “.
“Maksudnya.. ..?”, saya melanjutkan bertanya.
2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, Emang selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.
3. Uang yang masuk ke kencleng, karena emang ingin menyempurnakan agama yang Emang pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar. Maka Emang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, Emang harus menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji. Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi Emang dan istri akan melaksanakan ibadah haji.
Hatiku sangat………..sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari si emang tukang bakso tersebut, belum tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu. Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.
Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut : “Iya memang bagus…,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya….”.
Ia menjawab, ” Itulah sebabnya Pak. Emang justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini.
Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI.
Definisi “mampu” adalah sebuah definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, “mampu”, maka Insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita”.
“Masya Allah…, sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso”.
Narasumber : http://www.kisahteladan.com
Penulis terkenal kebangsaan Mesir yang bernama Mustafa Amin, dimana
beliau adalah salah satu yang dijebloskan ke dalam penjara di masa
pemerintahan Gamal Abdul Naser pada tahun 1965, menceritakan kisahnya
saat berada di dalam penjara.
Ia berkata, “Di antara bentuk penganiayaan yang ditetapkan pemerintah
pada saat itu adalah melarang penghuni penjara makan dan minum.
Larangan untuk makan sangatlah menyakitkan, walaupun masih memungkinkan
untuk bertahan, akan tetapi haus adalah siksaan yang tidak mungkin bisa
ditanggung, khususnya di bulan-bulan musim panas dengan derajat panas
yang tinggi sekali
Selain itu saya mempunyai penyakit gula, yang mengharuskan saya banyak
minum. Di hari pertama pelarangan ini, saya masuk kamar kecil, di sana
saya mendapatkan tempat air yang berisi air untuk istinja’, kemudian
saya minum air tersebut sampai habis, dan sebagai ganti untuk istinja’,
saya gunakan tissu toilet. Dengan semakin bertambahnya rasa hausku, saya
terpaksa minum air kencing. Sampai di hari ketiga, saya tidak
mendapatkan air kencing untuk saya minum.
Saya sangat haus, saya merasakan siksaan yang sangat pedih. Kemudian,
saya berjalan-jalan di dalam sel saya sehingga nampak seperti orang
gila. Lidah dan tenggorokan saya kering. Terkadang saya menunduk ke
lantai dengan harapan semoga sipir penjara terlupa dan menyisakan
setetes air ketika mereka mengepel lantai!!
Setelah itu saya merasakan bahwa saya hampir binasa, dalam kondisi
seperti itu saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan, saya kuras
pikiranku, sampai saya terhuyung-huyung, ketika itu aku malihat bahwa
pintu sel dibuka dengan perlahan-lahan, dan dalam kegelapan saya
perhatikan ada tangan seseorang mengulurkan segelas air dingin. Saya
tergoncang, terbayang seolah-olah aku telah gila? Aku mulai melihat
bayangan orang itu, ah … tidak mungkin ini air … ini hanyalah
fatamorgana. Kemudian, saya ulurkan tangan dan saya benar-benar
menyentuh gelas tersebut, ternyata sedingin es. Saya melihat pembawa
gelas tadi meletakkan jarinya di atas bibirnya, seolah-olah ia berkata
kepada saya, ‘Janganlah kamu bicara’.
Saya minum air tersebut, akan tetapi ia sangat berbeda dengan air
yang pernah saya minum selama ini, ia adalah air yang paling nikmat yang
pernah saya minum di dalam kehidupan saya sebelumnya. Kalau seandainya
pada waktu itu aku memegang uang satu juta pound (junaih), niscaya aku
berikan kepada sipir yang tidak kukenal ini.
Minum air segelas tersebut membuat ruh saya seakan kembali ke tubuh
dan tidak perlu lagi makan karena kenyang. Bahkan, lebih dari itu, aku
merasa tidak perlu dikeluarkan dari penjara. Saya merasakan kebahagiaan
yang belum pernaha saya rasakan selama hidup saya, semua itu disebabkan
segelas air yang dingin.
Setelah itu, sipir pergi dengan cepat seperti kedatangannya tadi dan
menutup pintu sel dengan perlahan. Saya melihat bayangan sipir, ia
adalah pemuda yang berkulit coklat dan berbadan pendek. Akan tetapi,
saya merasakan ia seperti malaikat. Saya melihat langsung pertolongan
ALlah di sel penjara.
Hari yang penuh siksaan terus berjalan, tanpa pernah lagi melihat
sipir yang tidak saya kenal itu. Kemudian, saya dipindahkan ke ruangan
penyiksaan di lantai dasar penjara. Setiap hari melihat sipir yang tidak
saya kenal itu berdiri di hadapan saya. Ketika itu saya hanya berdua.
Saya bertanya dengan perlahan-lahan kepadanya, ‘Kenapa engkau lakukan
perbuatan itu? Kalau mereka mengetahuinya tentu memecatmu’.
Dengan menyunggingkan senyum, ia menjawab, ‘Hanya memecat saya!? Bahkan, mereka akan membunuh saya dengan menembakkan senjata?’
Saya bertanya, ‘Apa yang membuatmu melakukan hal yang berbahaya itu?
Ia menjawab, ‘Sesungguhnya saya mengenal anda, namun anda tidak
mengenal saya. Kira-kira 9 tahun yang lalu, seorang petani dari Giza
mengirim surat kepada anda, yang isinya menceritakan bahwa ia adalah
seorang petani yang tinggal di sebuah perkampungan, dalam hidupnya ia
sangat menginginkan membeli seekor sapi. Akan tetapi, setelah 6 bulan
sapi yang berhasil dibelinya tersebut mati. Beberapa bulan setelah itu,
yakni pada malam-malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan, tiba-tiba pintu
rumah yang sempit kepunyaan petani itu diketuk, dan datanglah utusan
dari harian koran anda, Akhbarul Yaum, sambil memegang tali yang
mengikat seekor sapi di belakangnya. Ketika itu koran harian Akbarul
Yaum selalu mewujudkan beratus-ratus impian para pembacanya di
malam-malam Lailatul Qadar di setiap tahunnya’.
Sipir itu terdiam sebentar, kemudian ia berkata, ‘Petani yang telah
Anda kirimi seekor sapi kepadanya 9 tahun yang lalu adalah ayahku’.
Bukankah telah aku katakan kepada kalian tadi bahwa pertolongan Allah menyertaiku saat aku di dalam sel penjara?!
Demikianlah perbuatan baik yang telah dilakukan seorang penulis sejak
9 tahun yang lalu terhadap seorang petani telah membuahkan hasil dan
bisa menyelamatkan hidup sang penulis (dengan izin Allah Subhanahu wa
Ta’ala). Segelas air di saat-saat ujian yang berat sekali lebih berharga
dan lebih nikmat dari segala yang ada didunia.
Oleh karena itu, jadikanlah dalam beramal ikhlas semata-mata karena
Allah Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menolong hamba-Nya
selama hamba tersebut menolong saudaranya. Menginfakkan harta di jalan
kebaikan, pasti akan mendapatkan balasan walaupun setelah lama berlalu
masanya. Terkadang balasan perbuatan baik itu akan berlipat ganda. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-baqarah: 272,
yang artinya:
“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Janganlah kamu membelanjakan
sesuatu, melainkan karena mencari keridhaan Allah. Apa saja harta yang
baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan
cukup, sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan). ”
Sumber: Bila Amal Dibayar Kontan (Terjemahan: Kama Tadinu Tudanu,
pengarang Sayyid Abdullah Sayyid Abdurrahman Ar-Rifa’i Abu Hasyim).
Tafsir Al-Quran: