Narasumber : http://wennyrad.multiply.com/journal/item/92/Manajemen_Berteman_Ala_Rasulullah_SAW

Secara umum, orang merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak bisa hidup sendiri. Allah menciptakan manusia dalam keadaan lemah, jahil, tergesa-gesa dan mudah berkeluh kesah, sehingga manusia pun butuh untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itulah, manusia juga dikenal sebagai makhluk sosial. Allah pun berfirman bahwa orang-orang yang beriman itu bersaudara.

Kebutuhan akan interaksi itu tidak lantas membuat seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarangan orang menurut selera dan nafsunya, apalagi bagi seorang muslim. Seseorang cenderung untuk memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan dan pemikiran. Oleh karena itu, Islam memberi batasan-batasan dalam hal pertemanan. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi bisa memberimu atau kamu membeli darinya, atau kamu bisa mendapatkan wanginya. Dan seorang pandai besi bisa membuat pakaianmu terbakar, atau kamu mendapat baunya yang tidak sedap." (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (No. 5534), Muslim (No. 2638) dan Ahmad (No.19163)

Dari hadits diatas dapat kita lihat adanya anjuran untuk selektif dalam memilih teman. Teman adalah personifikasi diri. Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Rasulullah SAW bersabda,
"Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Makna hadits di atas adalah seseorang akan berbicara dan berperilaku seperti kebiasaan kawannya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas beragama dan akhlak teman kita. Bila ia seorang yang shalih, kita boleh berteman dengannya. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, kita harus menjauhinya. Termasuk dalam larangan di atas adalah berteman dengan pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan munafik. Rasulullah SAW bersabda,
"Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa." (HR. Ahmad, dihasankan oleh al Albani)

Khathabi berkata yang dimaksud dengan jangan memakan makananmu, kecuali orang yang bertakwa adalah dengan cara mengundang mereka dalam suatu jamuan makan. Suatu jamuan makan bisa melahirkan rasa kasih sayang dan cinta di antara yang hadir. Adapun makanan yang memang dibutuhkan oleh mereka, maka tidak apa-apa diberikan. Allah SWT berfirman, "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan." (QS. Al-Insan: 8)

Disini orang yang ditawan itu bisa saja adalah orang-orang kafir. Demikian juga dalam pergaulan yang sifatnya umum seperti bertetangga, jual beli dan sebagainya, maka hukumnya masuk dalam hukum muamalah, dimana kita boleh bermuamalah dengan siapa saja, baik muslim maupun non muslim.

Sebagaimana tanaman yang harus ditempatkan dalam tanah yang baik, maka dalam hubungan pertemanan pun hendaklah kita mencari teman yang shalih yang dapat mendukung kita untuk selalu istiqomah dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, sehingga dengan adanya teman-teman yang ‘bergizi’ baik, keimanan kita akan tetap terjaga. Allah SWT berfirman:
واصبر نـفـسك مع الـذين يد عون ربهـم با لغدوة والعشي يريدون وجهـه, ولا تعد عيناك عنهم تريد زينـة الحيوة الد نيا, ولا تطع من أغـفلنـا قلبه, عن ذ كر نا واتبـع هوىه وكـان أمره فرطـا

“Dan sabarkanlah dirimu beserta orang-orang yang menyeru Rabbnya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kamu palingkan wajahmu dari mereka hanya karena kamu menghendaki perhiasan dunia, dan janganlah kamu ikuti orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya sangat melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28)

Di dalam kitab Khozinatul Asroor pengarang mengutip hadits Rasulullah SAW tentang keharusan kita untuk selalu berada bersama Allah SWT, namun jika tidak bisa, hendaklah selalu berdekatan dengan orang-orang sholeh karena dengan berdekatan bersama mereka akan sampai kepada Allah SWT. Adapun kutipan naskahnya sebagai berikut:

كُنْ مَعَ اللهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَاِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلىَ اللهِ اِنْ كُنْتَ مَعَهُ.وَفىِ حَدِيْثٍ آخَرْ اَلشَّيْخُ فِى قَوْمِهِ كَالنَّبِيِّ فِى أُمَّتِهِ. كَذَا فِى عَوَارِفِ الْمَعَارِفِ وَفىِ رُوْحِ الْبَيَانِ.

Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Hendaklah engkau selalu bersama Allah. Jika tidak bisa, berusahalah selalu bersama orang-orang yang dekat dengan Allah. Sebab dengan memiliki orang itu, niscaya engkaupun akan sampai kepada Allah selagi engkau bersamanya." Dalam nasehat lain Rasulullah SAW bersabda: "Syaikh (guru/orang alim lagi sholeh) diibaratkan nabi bagi kaumnya." Keterangan ini tersebut pula dalam kitab Awariful Ma'aarif dan kitab Ruuhul Bayaan.

Sementara itu, dalam Nuzhatul Majaalis pengarang kitab menulis sebagai berikut:

وَفِىْ كِتَابِ اْلأَبْرَارِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِسْتَكْثَرُوْا مِنَ اْلاِخْوَانِ فَاِنَّ اللهَ تََعَالىَحَيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحْيِىْ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ يُعَذِّبَهُ بَيْنَ اِخْوَانِه يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

Artinya: Tersebut di dalam kitab Al Abraar, Rasulullah SAW bersabda: "Perbanyaklah engkau berteman karena sesungguhnya Allah SWT Maha Hidup lagi Mulia. Pada hari kiamat Allah SWT malu untuk menyiksa hambaNya selagi ia bersama dengan teman-temannya."

Dalam pengertian lain, dapat dikatakan bahwa selagi kita bersama dengan orang-orang alim lagi sholeh yang hidupnya selalu dekat dengan Allah SWT, niscaya jika orang yang berteman dengan dengan orang tersebut, menurut hadits tersebut, Allah SWT malu untuk menyiksanya karena melihat hamba yang sholeh itu.

Dalam kitab Tadzkirah Al Qurthubi:

وَكَانَ وَهَبْ بِنْ مُنَبِّهْ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ: اِنَّ اللهَ دَارٌ فىِ السَّماءِ السَّابِعَةِ يُقَالُ لَهَا الْبَيْضَاءُ تَجْتَمِعُ فِيْهَا أَرْوَاحُ الْمُؤْمِنِيْنَ فَاِذَامَاتَ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا تَلَقّّتْهُ اْلأَرْوَاحُ وَيَسْأَلُوْنَهُ عَنْ أَخْبَار الدُّنْيَا كَمَا يَسْأَلُ

الْغَائِبُ أََهْلَهُ إِذًا قَدِمَ مِنْ سَفَرِهِ عَلَيْهِمْ.

Artinya: Dari Wahab bin Munabbih ra berkata: "Sesungguhnya Allah SWT mempunyai tempat di langit ke tujuh di mana tempat tersebut sebagai tempat berkumpul¬nya para ruh orang-orang mukmin. Apabila ada salah satu ahli dunia meninggal, para ruh itu akan menemuinya dan menanyakan kabar tentang dunia persis seperti anggota keluarga yang baru datang dari bepergian."

(وَرُوِيَ) اَلْحَكِيْمْ اَلتِّرْمِذِىْ مَرْفُوْعًا "اِنَّ اَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى عََشَائِرِكُمْ وَأقَارِبَكُمْ مِنَ الْمَوْتَى فَاِنْ كَانَ خَيْرًا اِسْتَبْشِرُوْا وَاِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوْا َاللَّهُمَّ لاَ تَمْتَهِمْ حَتَّى تَهْدِيْهِمْ كَمَا هَدَيْتَنَا.

Artinya: "Diriwayatkan dari Al Hakim dan Imam Turmudzi (marfu) : "Sesungguhnya amal-amal kalian akan diperlihat¬kan kepada kawan-kawan kamu dan kerabatnya yang sudah meninggal. Jika amal-amal tersebut bagus maka bergembiralah mereka. Jika mereka melilhat sebaliknya (amalnya buruk) mereka akan berkata: 'Ya Allah, janganlah Engkau hinakan ia, namun berilah hidayah sebagaimana Engkau telah memberi hidayah kepada kami."

اَلْأَرْوَاحُ جُنُوْدٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا اِئْْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اِخْتَلَفَ

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: "Ruh itu merupakan kumpulan yang terorganisasi, maka jika saling mengenal maka akan bersatu dan berkumpul namun jika tidak saling mengenal maka akan disalahkan."

Dari ungkapan ayat, hadits dan perkataan para shalafusholih yang diambil dari kitab-kitabnya, dapat disimpulkan bahwa berteman dengan orang-orang sholeh akan membawa keberkahan atau kebaikan. Bukan saja akan mendatangkan ketentraman hidup dalam ridho Allah di dunia saja, melainkan akan terus dibawa mati.

Ruh orang meninggal akan saling mengenal, dan Allah akan memandang salah satu hambanya bersama siapa dia berteman. Keuntungannya, jika berteman dengan orang-orang yang dekat dengan Allah, niscaya akan selamat. Sebaliknya sungguh rugi jika tidak mau berteman dengan orang-orang sholeh. Kerugiannya bukan saja secara lahiriyah, namun akan dibawa sampai mati, sebab ruh akan dikumpulkan berdasarkan teman-temannya ketika di dunia. Dari sumber hadits dalam Kitab Tadzkirah Al Qurthubi jelas mengungkapkan bahwa jika kita tidak mengenal orang yang dekat dengan Allah SWT, maka ketika di akhirat nanti kita akan ditinggalkan dan akan bergabung dengan teman-teman akrab ketika kita ada di dunia.

Memilih Teman yang Baik
Tidak semua orang layak dan patut untuk dijadikan teman akrab. Teman akrab yang baik haruslah memiliki kriteria yang dapat menunjang langgengnya persahabatan. Persahabatan yang paling bermanfaat adalah persahabatan yang dilandasi karena kecintaan yang sangat besar kepada Allah SWT dan semangat untuk meraih surga-Nya yang tidak gratis.

Dalam mencari teman, kita perlu memperhatikan kriteria berikut:
1. Bertemanlah dengan orang yang berakal dan pandai karena akal dan pandai adalah modal utama. Tidak ada kebaikan bergaul dengan orang yang jahil karena bisa saja dia hendak memberikan manfaat kepadamu, tapi justru malah memberi mudharat. Yang dimaksud dengan berakal adalah orang yang mengetahui segala urusan sesuai dengan proporsinya. Dia dapat memahaminya sendiri atau dengan bantuan orang lain.

2. Bertemanlah dengan orang yang baik akhlaknya. Ini merupakan suatu keharusan mengingat bahwa berakalnya seseorang belum sempurna bila tidak dibarengi dengan akhlak yang baik, dimana dia lebih mudah dikuasai oleh amarah dan nafsunya, sehingga tidak ada manfaatnya untuk berteman dengannya.

3. Jangan berteman dengan orang yang fasik. Orang fasik tidak memiliki rasa takut kepada Allah SWT dan orang seperti ini tidak dapat dipercaya serta kita tidak akan aman dari tipu dayanya. Allahul musta’an.

4. Bertemanlah dengan orang yang bukan ahli bid’ah. Persahabatan dengan seorang ahli bid’ah harus dihindari karena bid’ah yang dilakukannya.

Abu Hafs Umar bin Al-Khaththab ra. pernah berkata, “Hendaklah engkau mencari teman-teman yang jujur, niscaya engkau akan hidup aman dalam lindungannya. Mereka merupakan hiasan saat gembira dan hiburan saat berduka. Letakkan urusan saudaramu pada tempat yang paling baik hingga dia datang kepadamu untuk mengambil apa yang dititipkannya kepadamu. Hindarilah musuhmu dan waspadailah temanmu, kecuali orang yang dapat dipercaya. Tidak ada orang yang dapat dipercaya, kecuali orang yang takut kepada Allah SWT. Janganlah engkau berteman dengan orang yang keji karena engkau bisa belajar dari kefasikannya. Jangan engkau bocorkan rahasiamu kepadanya dan mintalah pendapat dalam menghadapi masalahmu kepada orang-orang yang takut kepada Allah SWT.”

5. Bertemanlah dengan orang yang tidak serakah terhadap dunia. Dia men-thalaq dunia dan takut terhadap fitnah-fitnah yang dapat timbul akibat kecintaan yang berlebih terhadap dunia.

Mengelola Pertemanan
Dalam mengelola pertemanan, kita perlu memperhatikan hal-hal berikut:
 
• Cinta karena Allah SWT semata
Persahabatan yang paling agung adalah persahabatan yang dijalin di jalan Allah SWT dan karena Allah SWT semata, bukan untuk mendapatkan manfaat dunia, materi, jabatan atau sejenisnya. Persahabatan yang dijalin untuk saling mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut telah sirna, maka persahabatan pun putus.

Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah SWT. Tidak ada tujuan apa pun dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Orang yang semacam inilah yang kelak pada hari kiamat akan mendapat janji Allah SWT. Rasulullah SWA bersabda,"Sesungguhnya Allah SWT pada hari kiamat berseru, “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagunganKu? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindunganKu, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindunganKu." (HR. Muslim)

Dari Mu'adz bin Jabalzia berkata,
"Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT berfirman, "Wajib untuk mendapatkan kecintaanKu orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku." (HR. Ahmad)

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah ra. diceritakan, "Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, “Ke mana kamu hendak pergi?” “Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini”, jawabnya, “Adakah suatu kenikmatan yang kamu harap darinya?” “Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla”, jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, "Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah SWT kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah SWT telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia."

Persahabatan yang dijalin karena kepentingan duniawi tidak mungkin bisa langgeng. Bila manfaat duniawi sudah tidak diperoleh biasanya mereka dengan sendirinya berpisah bahkan mungkin saling bermusuhan. Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, mereka akan menjadi saudara yang saling mengasihi dan saling membantu dan persaudaraan itu tetap akan berlanjut hingga di negeri akhirat. Allah SWT berfirman,
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. Az-Zukhruf: 67)

• Ungkapkan cinta karena Allah SWT
Diriwayatkan oleh Anas ra.,
"Ada seorang laki-laki di sisi Nabi SAW. Tiba-tiba ada sahabat lain yang berlalu. Laki-laki tersebut lalu berkata, "Ya Rasulullah SAW, sungguh saya mencintai orang itu (karena Allah SWT)." Maka Nabi SAW bertanya, "Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?" "Belum", jawab laki-laki itu. Nabi SAW bersabda, "Maka bangkit dan beritahukanlah padanya, niscaya akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian." Lalu ia bangkit dan memberitahukan, "Sungguh saya mencintaimu karena Allah." Maka orang ini berkata, "Semoga Allah SWT mencintaimu, seperti engkau mencintaiku karenaNya." (HR. Ahmad, dihasankan oleh Al-Albani).

• Lemah lembut, bermuka manis dan saling memberi hadiah
Rasulullah SAW bersabda, "Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri." (HR. Muslim dan Tirmidzi)

Dalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. disebutkan,
"Allah SWT mencintai kelemah-lembutan dalam segala sesuatu." (HR. al-Bukhari)

Dalam hadits lain riwayat Muslim disebutkan "Bahwa Allah SWT itu Maha Lemah Lembut, senang kepada kelembutan. Dia memberikan kepada kelembutan sesuatu yang tidak diberikanNya kepada kekerasan, juga tidak diberikan kepada selainnya."

Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan kasih sayang adalah saling memberi hadiah di antara sesama teman. Rasulullah SAW bersabda, "Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan hilang kedengkian. Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian." (HR. Imam Malik)

• Saling Menasihati
Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah bukan berdasar permintaan dan keinginan hawa nafsu teman. Prinsip menolong teman adalah keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran dan tidak menipu serta berbasa-basi dengan mereka dalam urusan agama Allah SWT. Termasuk di dalamnya adalah amar ma'ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan dengan keinginan teman. Adapun mengikuti kemauan teman yang keliru dengan alasan solidaritas, atau berbasa-basi dengan mereka atas nama persahabatan supaya mereka tidak lari dan meninggalkan kita, maka yang demikian ini bukanlah tuntunan Islam.

• Berlapang Dada dan Berbaik Sangka
Salah satu sifat utama penebar kedamaian dan perekat ikatan persaudaraan adalah lapang dada. Orang yang berlapang dada adalah orang yang pandai memahami berbagai keadaan dan sikap orang lain, baik yang menyenangkan maupun yang menjengkelkan. Ia tidak membalas kejahatan dan kezhaliman dengan kejahatan dan kedzhaliman yang sejenis, juga tidak iri dan dengki kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda,
"Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya." (HR. Tirmidzi, Al-Albani berkata "hasan")

Rasulullah SAW mengajarkan agar kita berdoa:
"Dan lucutilah kedengkian dalam hati- ku." (HR. Abu Daud, Al-Albani berkata “shahih”)

Termasuk bumbu pergaulan dan persaudaraan adalah berbaik sangka (khusnudzon) kepada sesama teman, yaitu selalu berpikir positif dan memaknai setiap sikap dan ucapan orang lain dengan persepsi dan gambaran yang baik, tidak ditafsirkan negatif. Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah oleh kalian berburuk sangka karena buruk sangka adalah pembicaraan yang paling dusta" (HR.Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud dengan berburuk sangka di sini adalah dugaan yang tanpa dasar.

• Menjaga Rahasia
Setiap orang punya rahasia. Biasanya rahasia itu disampaikan kepada teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas ra. pernah diberi tahu tentang suatu rahasia oleh Rasulullah SAW. Anas ra. berkata,
"Nabi SAW merahasiakan kepadaku suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada seorang pun setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi aku tidak memberitahukannya." (HR. Al Bukhari)

Teman dan saudara sejati adalah teman yang bisa menjaga rahasia temannya. Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah seorang pengkhianat terhadap amanat. Berkhianat terhadap amanat adalah termasuk salah satu sifat orang munafik.

Adab dan Aturan Berteman dan Ber-Ukhuwah Islamiyah
1. Niat yang tulus dan ikhlas hanya untuk mencari ridha Allah SWT semata.
2. Berusaha untuk bisa berteman dekat dengan orang yang shaleh dengan cara beramal shaleh, karena kenyamanan akan lebih terasa jika kita berteman dengan orang yang mempunyai banyak persamaan dengan kita.
3. Mencintai teman karena Allah SWT semata. Hal ini tidak akan timbul kecuali karena ketaatan dan keshalehannya. Idealnya, kedua-duanya tidak hanya cukup membuat kita mencintainya tapi juga semakin meningkatkan ketaatan dan keshalehan kita.
4. Mengatakan pada teman bahwa kita mencintainya karena Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,
إذا أحب أحدكم صاحبه فليأته فى منزله فليخبره أنه يحبه لله (رواه أحمد)
artinya: "Apabila seseorang di antara kalian mencintai temannya, hendaklah dia mengunjungi rumahnya dan memberitahunya bahwa dia mencintainya karena Allah SWT."
Dan di antara cara menunjukkan kecintaan kepadanya ialah memanggilnya dengan sebutan yang paling disukainya. Umar bin Al-Khaththab ra. berkata,
“Tiga perkara yang engkau bisa menunjukkan cintamu dengannya: memberi salam jika engkau berjumpa dengannya, memberinya tempat duduk dan memanggilnya dengan sebutan yang paling dia sukai.”
5. Mengucapkan salam kepadanya dan menjawab salamnya dengan tulus. Menjawab salam hukumnya wajib.
6. Mengucapkan doa "يَـرْحَمُــكَ اللهُ" (semoga Allah SWT merahmatimu) ketika ia bersin.
7. Menjenguknya ketika sakit.
8. Memenuhi acara dan/atau undangan pestanya. Kalau tidak diundang, jangan datang. Namun kalau dia ditimpa musibah, tanpa diundang pun kita harus datang.
9. Memberikannya nasehat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Ashry ayat 3:
"…dan yang mereka saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran."
Nasehat ini baiknya disampaikan dengan lemah lembut dan tutur kata yang halus.
10. Memberikannya hadiah. Rasulullah SAW bersabda,
تهادوا تحابوا (رواه البخارى)
artinya: "Saling menghadiahilah, niscaya itu akan membuat kalian saling mencintai." (HR. Bukhari)
11. Menerima hadiah pemberiannya. Rasulullah SAW bersabda,
أجيبوا الداعى ولا تردوا الهدية (رواه أحمد)
artinya: "Penuhilah panggilan dan jangan menolak hadiah."
12. Menunjukkan rasa duka atas musibah yang menimpanya.
13. Menunjukkan wajah bahagia bila ia sedang bahagia.
14. Menginginkan yang terbaik baginya. Rasulullah SAW bersabda,
"لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه" (رواه البخارى ومسلم)
artinya: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)
15. Mencegah orang untuk meng-ghibah dirinya demi melindungi kehormatan diri teman. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang menjaga harga diri saudaranya dari ghibah, sudah menjadi hak Allah SWT untuk membebaskannya dari api neraka."16. Menutupi aibnya. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang menutupi aib saudaranya di dunia, Allah SWT akan menutupi aibnya di hari kiamat." (HR. Ahmad)
17. Menolong teman yang berbuat dzalim atau pun yang didzalimi. Menolongnya di saat berbuat dzalim adalah dengan cara mencegahnya agar tidak jatuh ataupun berlarut dalam kedzaliman, sedangkan mencegahnya di saat didzalimi adalah menyelamatkannya dari tindak kedzaliman orang lain. Rasulullah SAW bersabda,
انصر أخاكظالما أو مظلوما (رواه البخارى)
artinya: "Bantulah saudaramu di saat dia berbuat dzalim atau didzalimi." (HR. Bukhari)
18. Tidak meminang orang yang sudah atau akan dipinangnya. Rasulullah SAW bersabda,
المؤمن أخو المؤمن فلا يحل لمؤمن أن يبتاع على بيع أخيه ولا يخطب على خطبة أخيه حتى يذر (رواه مسلم)
artinya: "Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lainnya, maka tidak dihalalkan baginya untuk membeli (menawar) barang yang akan dibeli saudaranya dan meminang tunangan saudaranya hingga dia tinggalkan." (HR. Muslim)
19. Tidak membohonginya dan mempercayainya selama tidak ada bukti yang menunjukkan dia berbohong.
20. Sebisa mungkin selalu ber-khusnudzan kepadanya dan dalam menafsirkan perbuatannya. Rasulullah SAW bersabda,
“Jauhilah prasangka karena prasangka itu melupakan pekerjaan yang paling dusta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari (No. 6064) dan Muslim (No. 2563)
21. Tidak mengkhianatinya. Firman Allah SWT menyebutkan,
إن الله لايحب الخـــائــين (الأنفال)
artinya: "Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.
22. Menghormatinya dengan tidak menutup kemungkinan bercanda dengannya. Disini kita harus cermat untuk melihat waktu dan orang yang tepat.
23. Mendoakannya, lebih-lebih di saat diminta. Mendoakannya seperti engkau berdoa untuk dirimu sendiri. Rasulullah SAW bersabda,
دعوة المرء المسلم لأخيه بظهر الغيب مستجا بة عند رأسه ملك مو كل كلما دعا لأخيه بخير قال الملك المو كل به امين ولك بمثل
artinya: “Doa seorang Muslim bagi saudaranya yang tidak berada di hadapannya dikabulkan. Di sisinya ada seorang malaikat yang diwakilkan. Setiap kali dia mendoakan suatu kebaikan bagi saudaranya, maka malaikat yang diwakilkan itu menjawab ‘Amin, dan bagimu seperti itu pula.” (HR. Muslim)
24. Tidak mendiamkannya atau memusuhinya. Rasulullah SAW bersabda,

لا يحــل لمســلم أن يهجـــر أخــاه فــــوق ثـــلاث لــــيال... (رواه البخارى)
artinya: "Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari." (HR. Bukhari)
25. Membantunya dalam kebaikan dan membantunya jika ia ditimpa musibah.
26. Meminta bantuannya untuk urusan kebaikan, baik urusan dunia maupun agama.
27. Menjaga kehangatan persaudaraan.
28. Menjaga perasaannya. Tidak mengatakan hal-hal yang tidak disukainya, kecuali kecuali hal-hal yang memang harus dikatakan dalam urusan amar ma’ruf nahi munkar, sebab tidak ada keringanan untuk diam dalam hal ini.
29. Tidak mengurangi haknya atas kita sebagai saudara.
30. Itsaar kepadanya. Dalam Al Qur’an disebutkan:
"Mereka (kaum Anshar) mengutamakan (kaum Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka sendiri juga membutuhkan." (QS. Al-Hasyr: 9)
31. Menanyakan keadaannya ketika tidak mendapatkannya di tempat biasa dan menitipkan salam untuknya kepada orang yang tahu.
32. Berteman dengan teman-temannya.
33. Mempermudah urusannya atas kita, toleran dan terbuka di saat dia khilaf atau berbuat kesalahan yang disengaja.
34. Selagi memungkinkan, tunaikan tugas atau kewajibannya di saat dia tidak mampu.
35. Menyaksikan jenazahnya mulai talqin sampai pembaringan terakhir.
36. Memohon ampunan untuknya.
37. Menanggung hidup keluarganya setelah kewafatannya, atau setidaknya menolong mereka semampunya.
38. Setelah dia wafat, tetap menjaga hubungan dengan orang-orang terdekatnya.

Pertemanan Lintas Gender
Godaan yang menimpa kita bersumber dari dua pintu utama:
1. Pintu syubhat; dan
2. Pintu syahwat.

Pintu syubhat atau kerancuan pemahaman merupakan jeratan maut yang banyak memakan korban dari kalangan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai pembela agama namun pada hakikatnya mereka terjerumus dalam penyimpangan-penyimpangan akibat kerancuan pemahaman yang merusak kejernihan hati mereka. Sedangkan pintu kedua yang tidak kalah dahsyatnya adalah pintu syahwat atau bujukan hawa nafsu yang juga telah banyak memakan mangsa. Dengan rayuan inilah syaithan menjajah keinginan dan kecintaan kita sehingga saking parahnya ada yang sampai menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya, wal iyaadzu billaah. Rasulullah SAW bersabda,
“Tidaklah aku tinggalkan sesudahku sebuah cobaan yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki dibandingkan (cobaan yang berasal dari) kaum perempuan.” (HR. Bukhari (No. 5096) dari Usamah bin Zaid ra.)

Beliau juga bersabda,
“Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan perempuan, kecuali ada mahram yang menyertainya.” (HR. Bukhari (No. 5233) dari Ibnu Abbas ra.)
Beliau juga bersabda tentang shaf yang terbaik bagi kaum lelaki dan kaum wanita di dalam sholat,
“Sebaik-baik shaf bagi kaum lelaki adalah yang terdepan dan shaf terjelek bagi mereka adalah yang paling belakang. Sedangkan sebaik-baik shaf bagi perempuan adalah yang paling belakang dan yang terjelek adalah yang terdepan.” (HR. Muslim)

Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW begitu menjaga hubungan antara lelaki dan perempuan, sampai dalam hal barisan sholat mereka pun diusahakan saling berjauhan. Demikianlah yang dipahami oleh para sahabat wanita radhiallahu ‘anhunna di masa Rasulullah SAW, yaitu tidak diperbolehkan terjadinya berdesak-desakan atau campur baur lelaki dan perempuan (ikhtilat). Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Ummu Salamah ra. yang mengatakan, “Dahulu Rasulullah SAW apabila telah selesai mengucapkan salam maka para wanita pun berdiri seketika sesudah selesai membaca salam. Adapun Rasulullah SAW tetap diam dalam posisinya selama beberapa saat sebelum berdiri.” (HR. Bukhari no. 870)

Ummu Salamah mengatakan, “Menurut kami, wallahu a’lam, beliau melakukan hal itu adalah dalam rangka agar kaum wanita segera beranjak pergi sebelum ada lelaki yang berpapasan dengan mereka.” (Nashihati lin Nisaa’, hal. 119). Nah, kalau ketika sholat saja campur baur itu tidak boleh, maka apalagi di luar sholat, tentunya lebih terlarang.

Aisyah ra. menceritakan bahwasanya tangan Rasulullah SAW saja tidak pernah menyentuh tangan kaum wanita, meskipun ketika sedang melakukan bai’at (ikatan janji setia dan taat kepada beliau) (HR. Muslim), sehingga Rasuylullah SAW juga mengatakan,
“Sungguh apabila kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan paku dari besi itu lebih baik baginya daripada harus menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath Thabrani dalam Mu’jamul Kabir, 20/211)

Terhadap hadits diatas, Ummu Abdillah Al Wadi’iyah mengatakan, hadits ini menunjukkan bahwasanya menyentuh perempuan ajnabiyah (bukan mahram) hukumnya adalah dosa besar dan merupakan celah menuju fitnah. Imam Asy Syinqithi juga mengatakan tak diragukan lagi bahwasanya terjadinya sentuhan antara tubuh dengan tubuh adalah akan mengundang hawa nafsu yang lebih kuat dan lebih keras dalam menyeret ke dalam fitnah daripada sekedar melihat dengan mata. Setiap orang yang bijak pasti mengerti kebenaran hal itu. (Nashihati lin Nisaa’, hal. 123-124)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً
“Dan tidaklah pantas bagi lelaki maupun perempuan yang beriman apabila Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara kemudian mereka justru mencari pilihan lain. Dan barang siapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)

Wallahu'alam bishowab..

0 komentar:

Posting Komentar